Selasa, 28 Februari 2012

KISAH KERAJAAN MATARAM ISLAM

KISAH TERPECAHNYA KERAJAAN MATARAM ISLAM
Oleh Masad Masrur MSi
Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terbesar di Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro Pakualaman. Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Tengah) yang lain yang mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya dua kerajaan itu, Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak bila kakek-nenek kita menceritakan, betapa Mataram berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang.
Hadirnya sebuah mitos, yang mengiringi hadir dan berkembangnya sebuah kerajaan adalah wajar. Justru aneh kalau tidak ada mitos kerajaan itu. Sebab, mitos adalah penjaga kepercayaan rakyat, sehingga dengan mitos itu, rakyat tetap percaya bahwa raja adalah utusan dan anak dewa yang berhak memimpinnya hingga akhir hayat. Walaupun mestinya mitos tersebut harusnya makin hilang, seiring dengan tumbuh kembangnya ajaran Islam di kerajaan Mataram Islam.
SEJARAH MATARAM
Kyai Ageng Pemanahan bergelar Kyai Ageng Mataram. Mataram adalah nama daerah yang dihadiahkan kepadanya oleh Sultan Sultan Hadiwijoyo, Sultan di Kerajaan Pajang. Karena Kyai Ageng Mataram bersama putranya Hangabehi Loring Pasar (Danang Sutowijoyo) telah dapat mengalahkan Raden Adipati Aryo Penangsang pada tahun 1527 M di Jipang Panolan.
            Kyai Ageng Pemanahan selanjutnya minta ijin kepada Sultan untuk menempati daerah Mataram itu. Sultan Hadiwijoyo mengizinkan dan berpesan,” Seorang gadis dari Kalinyamat itu supaya diasuh dan dijaga baik-baik. Apalagi sudah dewasa hendaklah dibawa masuk ke Istana”.
            Pesan itu disanggupi oleh Kyai Ageng Pemanahan, tetapi ia memohon agar diperkenankan mengajak putra Sultan Hangabehi Loring Pasar untuk pindah ke Mataram. Kyai Ageng Pemanahan sekeluarga berangkatlah menuju tlatah Mataram disertai dua orang menantunya, yakni Raden Dadap Tulis dan Tumenggung Mayang. Ditambah pula Nyi Ageng Nis istri Kyai Ageng Mataram dan penasehatnya Ki Ageng Juru Martani. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis Pon tanggal 3 Rabiulawal tahun Jimawal. Dalam perjalanan mereka singgah berziarah ke Istana Pengging sehari semalam.